DBD di Pati Capai 411 Kasus selama Tahun 2023, 3 Orang Meninggal

DBD di Pati Capai 411 Kasus selama Tahun 2023 3 Orang Meninggal

PATI, Lingkarjateng.id Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pati, sepanjang Januari hingga Desember tahun ini kasus demam berdarah dengue (DBD) sudah mencapai 411 kasus. Dari data tersebut 3 di antaranya meninggal dunia.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pati Aviani Tritanti Venusia mengatakan, data tersebut mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 911 kasus. Kendati demikian, pihaknya tetap melakukan berbagai pencegahan agar kasus DBD di Pati tidak meningkat. Baik melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), penaburan Abate maupun pengasapan atau Fogging.

Untuk PSN, katanya, dilakukan di Puskesmas se-Kabupaten Pati, yakni dengan bersih-bersih rumah dan lingkungan sekitar.

Fogging Dinilai Sangat Tak Efektif, Warga Diimbau Galakkan PSN Berantas DBD di Pati

“PSN wajib dilakukan setiap 1 minggu sekali untuk memutus rantai penularan DBD,” tuturnya, pada Senin, 11 Desember 2023.

Sementara, katanya, penaburan Abate dilakukan di lokasi yang sulit dilakukan pemberantasan. Kemudian, Fogging merupakan solusi terakhir dalam memberantas DBD.

“Syaratnya ketika PSN dan penaburan abate telah dilakukan,” ujarnya.

Dalam melakukan Fogging, pihaknya tahun ini mengalokasikan anggaran sebesar Rp149.533.600. Pelaksanaannya dilakukan secara selektif, hanya pada kasus yang memenuhi kriteria saja.

grafis DBD di Pati
Grafis Kasus DBD di Pati. (Koran Lingkar)

Ia merinci kasus DBD di Pati paling banyak berada di Kecamatan Dukuhseti, yakni 47 orang. Disusul Kecamatan Margoyoso sebanyak 46 kasus dan Kecamatan Pati sebanyak 45 kasus.

Tiga Warga Pati Meninggal Akibat DBD, Dinkes Imbau Terapkan PSN

Sedangkan, kasus DBD paling sedikit berada di Kecamatan Winong sebanyak 6 kasus, Kecamatan Margorejo 5 kasus, dan Kecamatan Pucakwangi sejumlah 2 kasus. 

Menurutnya, faktor cuaca menyebabkan kasus DBD mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Di mana pada tahun ini kemarau lebih panjang dibanding sebelumnya.

“Tahun ini kemarau agak panjang, baru-baru ini saja ada hujan. Hal ini mengakibatkan tidak banyak air bersih yang menggenang, sehingga dimungkinkan populasi aedes aegypti tidak terlalu banyak,” tandasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Koran Lingkar)