Perusahaan di Pati Bayar Gaji Karyawan di bawah UMK, Bolehkah?

Perusahaan di Pati Bayar Gaji Karyawan di bawah UMK Bolehkah

PATI, Lingkarjateng.id – Penerapan upah minimum kabupaten (UMK) merupakan pedoman bagi pengusaha untuk memberikan imbalan kepada karyawan setiap bulannya. Meski demikian, ada sejumlah perusahaan yang menggaji karyawan di bawah UMK yang berlaku.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Pati, Agus Bambang Yunianto, mengatakan bahwa penggajian karyawan juga disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.

Menurut Bambang, tidak semua unit usaha diwajibkan untuk menggaji karyawan sesuai dengan UMK. Pasalnya, kemampuan keuangan tiap perusahaan pasti berbeda. Sehingga adalah hal wajar apabila ada perusahaan yang memberikan upah atau gaji di bawah UMK.

“Pekerja ‘kan mintanya banyak, tapi perusahaan hanya bisa mencukupi sekian. Tinggal deal (kesepakatan) antara pekerja dengan pengusaha saja. Kami hanya memfasilitasi besaran UMK,” jelasnya, pada Senin 28 November 2022.

Lebih lanjut, Bambang menyadari tuntutan para pekerja yang menginginkan upah sesuai UMK bahkan lebih. Tetapi lagi-lagi, hal ini terbentur dengan income atau pendapatan perusahaan yang tidak menyanggupi tuntutan dari para pekerja atau buruh.

“Di instansi pemerintahan saja yang tenaga harian lepas (THL) itu hanya Rp 1,6 juta. Tidak sampai UMR Pati, nyatanya pada mau,” ungkapnya.

Pemberian upah dibawah UMK menurut Bambang hanya dilakukan oleh perusahaan kecil yang sedang berkembang. Berbeda dengan perusahaan besar, seperti HwaSeung, Seijin, Garuda, atau Dua Kelinci yang diwajibkan memberi upah sesuai standar UMK bahkan bisa lebih karena kemampuan perusahaan yang memadai.

Perusahaan juga didorong untuk membuat skala pengupahan agar bisa disesuaikan antara pendapatan dengan pengeluaran. Ia menyadari, upah dibawah standar banyak dikeluhkan para pekerja yang meminta keadilan upah.

“Banyak juga perusahaan yang belum membuat skala upah. Kalau yang memberi upah dibawah UMK tidak banyak, paling hanya toko atau UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Kalau perusahaan besar ya tidak, malah bisa lebih tinggi dari UMK,” tutupnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto  – Lingkarjateng.id)