Sholat Ied di Lapangan Ditolak Pemkot, Menag Minta Pemda Akomodir Izin Giat Keagamaan

Sholat Ied di Lapangan Ditolak Pemkot Menag Minta Pemda Akomodir Izin Giat Keagamaan

JAKARTA, Lingkar.news Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau pemerintah daerah (pemda) untuk mengakomodasi setiap permohonan izin penggunaan fasilitas umum (fasum) di wilayah kerjanya untuk kegiatan keagamaan, termasuk untuk sholat Idul Fitri.

“Saya mengimbau kepada seluruh pemimpin daerah agar dapat mengakomodasi permohonan izin fasilitas umum di wilayah kerjanya untuk penggunaan kegiatan keagamaan selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan,” kata Menag Yaqut dalam keterangan yang diterima di Jakarta, kemarin.

Imbauan tersebut disampaikan Menag Yaqut menyusul adanya kabar yang berkembang terkait permohonan izin menggunakan Lapangan Mataram di Kota Pekalongan untuk sholat Idul Fitri ormas Muhammadiyah. Permohonan izin itu ditolak oleh Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid dan menimbulkan polemik.

Afzan Arslan Djunaid menyebut, bahwa ia menolak permohonan takmir untuk menggelar di lapangan Mataram. Hal ini dikarenakan Lapangan Mataram merupakan ikon dari Kota Pekalongan, dan ia berdalih jika pada tanggal 21 April menggelar sholat Ied di Lapangan Mataram akan memunculkan pendapat masyarakat jika kegiatan itu digelar oleh Pemkot Pekalongan.

“Padahal, hingga kini pemerintah belum menetapkan pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah,” ucapnya.

Hal yang sama juga terjadi di Sukabumi. Di mana beredar surat Wali Kota Sukabumi yang menolak izin meminjamkan Lapangan Merdeka untuk pelaksanaan sholat Idul Fitri oleh Muhammadiyah Kota Sukabumi. Dalam surat tersebut, tertulis bahwa alasan penolakan adalah menunggu keputusan Kementerian Agama perihal penetapan 1 Syawal 1444 H.

Padahal, Muhammadiyah sudah menentukan Idul Fitri jatuh pada Jumat, 21 April 2023. Penetapan ini menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid organisasi Islam tersebut.

Di sisi lain, pemerintah baru akan menetapkan 1 Syawal setelah menggelar sidang isbat pada 20 April 2023, yang mana dalam penetapan 1 Syawal 1444 Hijriah/2023 Masehi berpotensi terjadi perbedaan antara ketetapan pemerintah dan Muhammadiyah. Jika terjadi perbedaan, Menag Yaqut meminta masyarakat untuk saling menghormati. Perbedaan hendaknya direspons dan disikapi dengan bijak.

“Saya mengimbau kepada seluruh umat Islam untuk menghormati perbedaan,” imbaunya.

Menag Yaqut juga meminta seluruh pemimpin daerah agar dapat mengabulkan permohonan fasilitas umum untuk penyelenggaraan sholat Idul Fitri, meskipun pelaksanaannya berbeda dengan hasil sidang isbat yang diputuskan pemerintah.

Menurutnya, hal ini penting untuk dilakukan dalam rangka merayakan perbedaan dengan cara arif dan bijaksana. Menag mengajak seluruh pihak untuk senantiasa menjadikan sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat sebagai ruh dan spirit dalam kehidupan keberagamaan sehari-hari.

“Hal itu sebagai wujud gerakan moderasi beragama yang dicanangkan Pemerintah Indonesia,” ujar Menag Yaqut. (Lingkar Network | Koran Lingkar)