DPRD Pati Sukarno Pertanyakan Lamanya Perbaikan Jalan Juwana-Batangan

4 Kali Bahas Raperda CSR DPRD Pati Sukarno Sebut Belum Ada Titik Temu

PATI, Lingkarjateng.id – Perbaikan ruas Jalan Pantura Juwana-Batangan, Kabupaten Pati yang kembali dilanjutkan mengakibatkan kemacetan parah. Hal ini lantas membuat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, M. Nur Sukarno angkat bicara.

Menurut Sukarno, ada kejanggalan terkait proyek besar ini. Dirinya membandingkan cepatnya perbaikan di Jalur Pantura Semarang-Sayung, Kabupaten Demak dengan Juwana-Batangan, Kabupaten Pati.

“Kita bandingkan di Semarang-Demak, penutupannya dua bulan lebih dulu Juwana. Kenapa pekerjaannya cepat selesai, padahal untuk kedalaman hampir sama, tapi di Batangan katanya hingga lebaran belum selesai. Itu sangat disayangkan karena merugikan materil dan spiritual,” ungkap anggota Komisi B DPRD Pati ini pada Jumat, 3 Februari 2023.

Ia menjelaskan bahwa untuk perbaikan Jalan Pati-Batangan selama tiga tahun hanya mendapatkan 3 km, padahal di Kaligawe, Semarang sekitar Jalan Tol Sayung hanya memerlukan waktu satu bulan untuk perbaikan jalan sepanjang 1,5 km.

“Kalau dilihat saat membongkar cor beton yang rusak di Batangan itu beberapa hari baru diangkut. Berbeda dengan yang di Kaligawe, itu langsung diangkut. Sehingga jadi tanda tanya, kenapa program untuk perbaikan ruas Pantura, kok, lambat sekali,” tuturnya.

Pengecoran Jalan Pantura Pati-Batangan, kata Sukarno, baru sekitar lima tahun namun sudah banyak yang retak. Bahkan, dari seluruh jalan di wilayah Jawa Tengah yang sering terjadi kerusakan selalu di wilayah Kecamatan Batangan.

Hal ini cukup aneh, mengingat sama-sama di Pantura tetapi di Juwana-Batangan ini seringkali rusak. Dirinya juga menyesalkan sikap dari Pemerintah Provinsi yang lamban dalam perbaikan Jalan Juwana-Batangan.

“Para sopir bilang, katanya kerusakan di wilayah Jawa Tengah yang paling parah itu di Batangan, beda dengan daerah lain. Yang jadi pertanyaan apakah itu kualitas ataukah memang kultur tanah itu bergerak. Kalau itu memang kultur tanah, seharusnya tim teknis tahu. Apalagi kerusakan sudah lima tahun dan sudah ada perbaikan selama tiga tahun, otomatis sudah diperbaiki tahun lalu, tapi pecah lagi,” tutupnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Lingkarjateng.id)