Kawin di Bawah Umur hingga Ekonomi Penyebab Ribuan Anak di Pati Tidak Sekolah

pati putus sekolah

PATI, Lingkarjateng.id – Tercatat sebanyak 7.408 anak di Kabupaten Pati  tidak sekolah. Berbagai faktor menjadi penyebab. Mulai dari faktor kawin di bawah umur hingga masalah ekonomi.

Berdasarkan data Cabang Dinas Pendidikan Wilayah III Provinsi Jawa Tengah, terdapat 7.408 anak tidak sekolah (ATS) di Kabupaten Pati.

Jumlah tersebut terbagi menjadi 3 kategori, yakni ATS karena putus sekolah (DO), lulus tidak melanjutkan (LTM) dan belum pernah bersekolah (BPB).

Adapun jumlah  ATS karena DO sebanyak 2.225 anak yang terdiri dari 239 ATS di pendidikan tingkat dasar, 954 ATS di pendidikan tingkat menengah awal dan 1.032 ATS di pendidikan tingkat menengah akhir.

Kemudian, ATS disebabkan LTM sebanyak 2.767 anak, terdiri dari 700 ATS di pendidikan tingkat dasar dan 2.607 di pendidikan tingkat menengah.

Terakhir, sebanyak 2.416 ATS karena BPB, terdiri dari usia 7-12 tahun sebanyak 735 ATS, usia 23-15 tahun sebanyak 710 ATS dan usia diatas 15 tahun sebanyak 971 ATS.

Konsultan Unicef untuk Pendidikan di Jawa Tengah, Jasman Hendratno mengungkapkan, terdapat beberapa penyebab ATS di Kabupaten Pati. Mulai dari perkawinan di bawah umur, kondisi ekonomi, budaya hingga disabilitas.

“Faktor budaya, itu memang, misalnya seperti ini, cah wedok tidak usah sekolah duwur-duwur, yang penting dandan seng ayu, ndang payu rabi.Faktor anak jalanan, anak terlantar, anak punk.  Terus ada yang menjadi penyebab-penyebab lain seperti anak disabilitas,” ujarnya  kepada Lingkarjateng.id, Kamis (30/5).

Sampai saat ini, pihaknya masih melakukan pendampingan terhadap ATS dan mendorong pemerintah daerah (Pemda) untuk mengurangi jumlah ATS di Pati.

Pihaknya juga menunggu kinerja dari Pemda hingga bulan Agustus nanti, apakah terjadi pengurangan jumlah ATS atau tidak.

“Kami agak mendesak supaya nanti bulan Agustus sudah ada anak yang dikembalikan ke sekolah. Kalau sudah ada yang dikembalikan ke sekolah nanti itu dipergunakan untuk praktek di desa-desa lain. Ini target kami dan disepakati oleh pemerintah daerah,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pati, Paryanto mengatakan, pihaknya terus berupaya agar ATS kembali bersekolah.

Solusi yang dimaksud Paryanto yakni untuk anak yang masih di usia sekolah, akan dikembalikan ke sekolah formal. Kemudian, untuk anak yang usianya melebihi batas usia sekolah, akan dimasukkan ke pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) atau kejar paket.

“Kami dari Dinas siap mengembalikan anak-anak ATS kembali ke sekolah dengan berbagai macam strategi dan program. Ini sebenarnya sudah kami lakukan beberapa tahun yang lalu,” ucapnya.

Kendati demikian, pihaknya merasa kesulitan untuk mengembalikan ATS yang belum pernah sekolah sama sekali. Oleh karena itu, pihaknya akan bekerja dengan berbagai pihak seperti tim dari kecamatan yang terdiri dari penilik dan pengawas, serta pemerintah desa.

Paryanto menyebut, proses penyelesaian masalah ATS tidak bisa ditangani secara parsial. Melainkan, harus secara berkelanjutan.

“Ketika diluncurkan, kami kesulitan mencari data. Kalau anak yang sudah pernah sekolah mungkin kami bisa mencari di dapodik. Tapi kalau yang belum pernah sekolah sama sekali itu menjadi PR tersendiri,” ungkapnya.

Di bulan Agustus nanti, diharapkan masalah ATS di Pati dapat terselesaikan. Jika tidak terselesaikan, lanjut Paryanto, minimal berkurang sebanyak 50 persen.

“Mudah-mudahan sesuai target tadi ketika program PPDB dan Cut Off dapodik di bulan Agustus nanti kita bisa menyelesaikan, bisa mengurangi angka 7.408 tadi,” harapnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Lingkarjateng.id)

Exit mobile version